Begini Sejarah Rokok di Indonesia

Sejarah rokok Indonesia

Sejarah Rokok di Indonesia begitu panjang. Perlu dipahami jika rokok adalah gulungan atau lintingan tembakau yang dibungkus atau digulung menggunakan kertas, daun atau kulit jagung, dengan panjang 8-10 cm yang digunakan dengan cara dihisap di ujung yang lain setelah dibakar bagian ujungnya.

Rokok memiliki cukai karena rokok merupakan barang yang masuk dalam kategori barang yang konsumsinya harus dikendalikan, peredarannya perlu diawasi, dan memiliki dampak risiko terhadap penyakit tertentu. Selama ini cukai rokok menjadi penyumbang terbesar dalam penerimaan cukai negara. bea cukai mencatat kontribusi rokok mencapai 96 persen.

Industri tembakau mempunyai peranan penting dalam menggerakkan ekonomi nasional di Indonesia. karena mempunyai multiplier effect yang luas. Kontribusi industri hasil tembakau terhadap ekspor memiliki nilai yang positif dimana ekspor cenderung meningkat.

Meriahnya industri rokok membuat angka pecandu tembakau di Indonesia melonjak dan menjadi tertinggi di dunia. Industri rokok Indonesia saat ini mencatat telah memproduksi hingga 235,9 miliar batang per tahun. Industri rokok Indonesia tumbuh hingga 10% setiap tahun.

Lalu bagaimana sejarah rokok di Indonesia. mari kita ulas lebih dalam lagi.

Sebagian catatan sejarah menyatakan bahwa kebiasaan merokok di Indonesia dikenal saat masyarakat Barat datang ke Indonesia. Ini berarti kehadiran rokok di Indonesia juga tak lepas dari sejarah tanam paksa oleh VOC. meski perluasan lahan dan perkembangan produksinya merupakan efek dari kebijakan VOC, tapi tembakau sudah ada di Indonesia sebelumnya.

Menurut sejarah, pada awal 1600 an tembakau ditanam secara sporadis, yang kemudian produksi rokok dan penanaman bahan bakunya dilakukan secara luas oleh VOC pada 1820 an di daerah Yogyakarta dan Surakarta. 

Lalu di tahun 1840 an, VOC membuka lahan di daerah lain seperti Kedu, Klaten, Kediri, Deli, Kudus, dan Pati. baru di tahun 1860 an membuka lahan di daerah Madura menggantikan tebu karena tembakau dianggap lebih menguntungkan. Tembakau menjadi komoditas dengan daya jual tinggi di pasar dunia dan terus dijadikan andalan pemasukan oleh pemerintah kolonial belanda. 

Seakan tidak berhenti, perluasan lahan tembakau oleh VOC semakin meluas. di tahun 1910, VOC membuka lahan yang disertai dengan pembukaan balai penelitian di daerah Besuki, Situbondo, Jawa Timur. 

Thomas Sunaryo dalam bukunya Kretek, Pusaka Nusantara mengungkapkan bahwa masyarakat Indonesia sudah menghisap rokok setelah mengadopsi kebiasaan penjajah. kemudian dalam Babad Ing Sangkala mengisahkan bahwa bangsawan jawa sudah mengkonsumsi rokok tembakau pada masa pemerintahan Senopati kesultanan Mataram pada akhir 1500 an.

Terdapat banyak versi mengenai sejarah pertembakauan dan rokok di Indonesia. misalnya, di daerah sekitaran Dieng dan Gunung Sindoro, masyarakatnya mempercayai bahwa bibit tembakau merupakan pemberian Sunan Kudus. Sementara di Madura, masyarakatnya mempercayai bahwa tembakau dibawa oleh orang bernama Ki Ageng Katandur.

Sejarah Rokok Kretek

Sejarah rokok indonesia

Berdasar sejarah rokok, kretek merupakan rokok yang dibuat menggunakan tembakau asli yang dikeringkan yang dicampur dengan rempah cengkeh. istilah kretek sendiri berasal dari bunyi gemeretak kretek kretek yang dihasilkan dari racikan tembakau dan cengkeh ketika dibakar. Hal ini menjadi sejarah rokok kretek dilahirkan.

Dalam sejarah rokok, inovasi campuran olahan tembakau dengan cengkeh ini turut dipengaruhi oleh kebiasaan masyarakat Indonesia sejak dahulu dengan tradisi mengunyah pinang (menginang) yang dicampur dengan daun tembakau yang sudah diiris dan dikeringkan.

Ulasan tentang sejarah rokok kretek di Indonesia bermula dari kota Kudus pada tahun 1870 oleh seseorang bernama Haji Djamhari. Kisahnya berawal saat Djamhari merasakan nyeri di dadanya. ia membuat berbagai racikan, yang salah satunya dengan mencampurkan cengkeh yang sudah dirajang halus yang kemudian dicampur dengan tembakau yang dibungkus daun jagung. racikan inilah yang berhasil meredakan nyerinya.

Karena khasiatnya pada Haji Djamhari, kretek ini kemudian dicari dan diminati oleh masyarakat Kudus. mulai dari situ, kretek akhirnya banyak beredar di nusantara. setelah H.Djamhari meninggal pada 1890, berkembanglah industri rokok di Kudus.

Sekitar 10 tahun setelahnya, penemuan Haji Djamhari ini menjadi dagangan yang memikat oleh Nitisemito, perintis industri rokok di Kudus. Dimulai dari Nitisemito dengan merek Bal Tiga dengan rokok klobot pada 1906. bisa dikatakan Nitisemito menjadi tonggak tumbuhnya industri rokok kretek di Indonesia.

Perkembangan rokok yang begitu masif membuat Nitisemito mampu memproduksi rokok hingga 10 juta batang per hari. hingga Nitisemito memasarkan produk rokoknya ke kota-kota di Jawa, Sulawesi, Sumatra, Kalimantan, bahkan Belanda.

Namun pada beberapa legenda yang beredar di Jawa, rokok sudah dikenal lama. bahkan jauh sebelum Haji Djamhari dan Nitisemito merintisnya. Dalam kisah Roro Mendut, ada seorang panglima perang kepercayaan Sultan Agung yang menjual rokok Klobot yang dibeli dan disukai oleh kaum laki-laki karena rokok itu direkatkan dengan ludahnya.

Lalu di Kudus pada masa itu juga mulai bermunculan pabrik lain. Ada pabrik Jangkar, Goenoeng Kedoe, Tebu dan Tjengkeh, Sukun, Padi, Manggis, hingga Djarum yang didirikan pada 1951.

Tidak hanya di Kudus, pabrik tembakau juga banyak bermunculan di Jawa Timur. seperti Gudang Garam di Kediri, Bentoel di Malang, HM Sampoerna di Surabaya, dan lain-lain. Kretek juga merambah di Jawa Barat pada 1905 dengan rokok kawung, yaitu rokok yang dibungkus dengan daun aren.

Industri rokok kretek di Indonesia sempat mengalami kolaps saat jepang menduduki Indonesia pada 1940-an. setelah Indonesia merdeka, industri rokok kretek mulai bangkit lagi. tetapi saat itu juga Tjap Bal Tiga milik Nitisemito kolaps dan pasar rokok Indonesia dikuasai oleh rokok putih asing dan pabrikan rokok kretek lokal lain. 

Dan seiring berjalannya waktu, kretek mengalami inovasi bentuk dan kemasan. dari klobot yang dibungkus dengan kulit jagung, rokok yang dibungkus kertas, hingga munculnya kretek filter yang diolah dengan mesin pertama kali oleh HM Sampoerna.

Pada 1970-an, industri kretek di Indonesia mulai berkembang yang ditandai dengan penggunaan mesin untuk memproduksi rokok kretek. Sigaret Kretek Mesin (SKM) menjamur dan tumbuh pesat menguasai pasar Indonesia. pada masa itu, pasar rokok kretek di Indonesia dikuasai oleh 3 perusahaan ternama, yakni Gudang Garam, PT Djarum, dan HM Sampoerna.

20 tahun setelahnya, tepatnya pada 1990-an, muncul rokok Sigaret Kretek Mesin Mild dengan mengandalkan Low Tar Low Nikotin atau rokok kretek rendah tar dan rendah nikotin. Rokok jenis ini langsung meledak pada tahun 2000-an dan berhasil menguasai pasar hingga saat ini. Produk mild yang digemari masyarakat diantaranya Clas Mild, LA Lights, dan Sampoerna Mild. 

Kini terdapat 4 kota penting yang membesarkan industri kretek di Indonesia. Ada Kudus, Kediri, Malang, dan Surabaya. keempatnya memiliki pangsa pasar masing-masing. Semua pabrik rokok besar sudah mencatat sejarahnya sendiri.

Bagi masyarakat Indonesia, sigaret tidak hanya memiliki nilai konsumsi, tapi juga budaya. Hal ini tidak lepas dari anggapan masyarakat bahwa merokok bersama merupakan sebuah bentuk keakraban. Begitulah sejarah rokok di Indonesia, bagaimana tanggapanmu?