Colombia University Mailman School of Public Health dan The City University of New York melakukan studi dan menemukan bahwa perokok dewasa yang lebih muda dari kalangan minoritas ras/etnis yang merokok mentol memiliki masalah kesehatan mental. Kelompok minoritas ini ditengarai cenderung menggunakan rokok mentol dibandingkan dengan kelompok lain. Kata penelitian tersebut, sekitar 2 dari setiap 5 perokok menggunakan rokok mentol.
Sekitar 50℅ perokok Hispanik, perempuan, usia 18, 25, 26 hingga 34 tahun. Lesbian/gay dan orang dewasa yang memiliki masalah kesehatan mental ditengarai menggunakan rokok mentol, kata Renee Goodwin, asisten Profesor di Colombia.
Tim studi ini menganalisis data lebih dari 128.000 orang dewasa AS yang ikut ambil bagian dalam survei pemerintah tentang penggunaan narkoba dan kesehatan pada tahun 2018-2020. Karena pada tahun 2018 pengguna rokok mentol meningkat 34℅ dan pada tahun 2019 meningkat jadi 41℅. Sedangkan pada tahun 2020, sebanyak 43℅ orang dewasa menggunakan rokok mentol.
Kata studi tersebut, penggunaan rokok mentol kebanyakan berasal dari orang dewasa kulit hitam, kalangan perempuan, orang muda, penikmat cerutu, dan orang-orang dengan tekanan psikologis yang serius.
Hasilnya, Administrasi Makanan dan Obat-obatan AS mengusulkan larangan rokok mentol dan beraroma pada tahun lalu. Lalu pada bulan April merilis aturan untuk mendukung hasil penelitian itu.
Wah, kalo orang yang udah sakit mental duluan misal gak merokok mentol juga udah bermasalah mentalnya, Pak! Jangan salahkan rokoknya. Hadeh.
Tapi itu hasil studi di Mamarika, Lur. Penelitian itu gak berlaku di Indonesia. Karena perokok di sini rata-rata tenggorokannya udah racing semua.
Di negara kita perokok malah dijadikan target penerimaan cukai. Mau rokoknya mentol, SKM, SKT, Mild, SPM, gak peduli. Selama rokoknya ada pita cukainya. Kelar tuh hasil penelitian. Karena yang penting cuan, eh cukainya masuk buat negara.
Perokok mentol mana nih suaranya? Pada kena masalah kesehatan mental gak tuh?