Cukai Rokok Naik, Persebaran Rokok Ilegal Meningkat

harga rokok

Menjelang akhir tahun 2022, isu kenaikan cukai rokok menguat. Isu yang membuat pelaku di Industri Hasil Tembakau (IHT) ketar-ketir, tetapi membikin Kementerian Keuangan justru bahagia. Isu yang selalu saja muncul pada akhir tahun. Pertanyaannya, mengapa harga rokok perlu naik?

Alasannya, pemerintah butuh dana segar agar keuangan negara tetap stabil. Namun, tampaknya ada alasan lain. Alasan klise yang sebenarnya telah terselesaikan beberapa tahun lalu. Alasan itu adalah pemerintah ingin menekan tingkat prevalensi rokok yang terus meningkat. Benarkah demikian? 

Pada 2021 Badan Pusat Statistik (BPS) mengeluarkan data perokok anak yang menyatakan jumlah perokok anak terus menurun. Jika pada 2018 jumlahnya mencapai 9,68%, tiga tahun kemudian, 2021, jumlahnya menurun mencapai 3,69%. 

Data tersebut semakin menjelaskan bahwa alasan menaikkan harga rokok karena tingkat prevalensi perokok anak meningkat tidak berdasar. Justru dengan hadirnya data terbaru semestinya negara menyatakan bahwa negara telah melampaui target RPJMN 2020-2024 terkait prevalensi perokok anak. 

Target dari RPJMN 2020-2024 sebesar 8,7%. Nah, sekarang targetnya telah menurun hingga 3,69%. Jika sudah melewati target, untuk apa harga rokok dinaikkan? Dalih apa lagi yang sedang dimainkan oleh pemerintah? Justru jika harga rokok naik, yang terjadi adalah peredaran rokok ilegal semakin meroket sehingga berbahaya bagi penerimaan negara. 

Cukai Rokok Naik, Rokok Ilegal Meningkat

 

rokok ilegal

Sumber: katadata.co.id

Data dari Kemenkeu menunjukkan bahwa peredaran rokok ilegal meningkat. Jika 2018 mencapai 364,98 juta batang, pada 2020 mencapai 384,51 juta batang. Artinya, ada kenaikan sebesar 19,53 juta batang. Bahkan, data dari Indodata 2021 menyatakan bahwa peredaran rokok ilegal mencapai 26,30%. Sungguh ironis, bukan?

Maka dari itu, perkiraan kehilangan pendapatan negara dari peredaran rokok ilegal mencapai Rp53,18 Triliun. Cukup riskan, bukan? Kalo sudah begini, semestinya pemerintah perlu mengatur fokus dan perhatian terhadap penyebaran dan peningkatan produksi rokok ilegal. Bukan malah sibuk menaikkan harga rokok karena dampaknya justru lebih mengerikan bagi negara. 

Sebenarnya pemerintah telah memiliki program yang bagus untuk menanggulangi rokok ilegal tiga tahun silam. Tahun 2017-2018 pemerintah via Bea Cukai pernah menerapkan program Penertiban Cukai Berisiko Tinggi. Pengawasan tersebut berjalan tepat dan efektif. Jika sudah pernah menerapkan hal tersebut, mengapa tidak diteruskan saja dan menjadi program nasional. Apakah ada yang keliru dari program tersebut? Atau ada alasan lain? 

Pemerintah biasanya berdalih cukai rokok naik berdampak positif bagi penerimaan negara. Padahal itu tidak sepenuhnya benar. Pada 2019 saja tidak ada kenaikan cukai. Lalu, apa yang terjadi? Target penerimaan cukai hasil tembakau tercapai bahkan melampaui target. Pada saat itu, targetnya hanya Rp158,85 Triliun dan akhir tahun mencapai Rp164,9 Triliun. 

Mari tarik ke belakang saat cukai rokok mengalami kenaikan 11% pada 2016. Yang terjadi adalah bukannya melampaui target melainkan gagal menuju target. Saat itu, targetnya mencapai Rp141,7 Triliun. Namun, pada akhirnya, targetnya hanya Rp137,96 Triliun. Jadi, masih yakin cukai rokok perlu naik? Jika mengacu pada fakta di atas, semestinya pemerintah memikirkan ulang tentang kenaikan cukai rokok. Ada banyak mata rantai yang terlibat dalam industri hasil tembakau mulai dari hulu hingga hilir. 

Jika cukai rokok naik, harga rokok pasti naik. Kemudian, yang terjadi produksi menurun. Namun demikian, mengapa konsumsi tetap stabil? Apakah kalian tahu alasannya? Jawaban paling sederhana adalah perokok beralih ke kualitas dan harga yang lebih rendah. Masalahnya peralihan tersebut justru menuju rokok ilegal. Hal ini akan membuat berkurangnya penerimaan negara. Dengan demikian, pemerintah sebenarnya menambah bebannya sendiri. 

Baca Juga: Mengenal Rokok dan Sejarahnya

Padahal pemerintah berharap setinggi-tingginya kepada cukai rokok. Sebab, tidak bisa dipungkiri penerimaan cukai terbesar dari cukai rokok sebesar 96%. Tidak ada yang bisa menandingi cukai rokok khususnya untuk penerimaan negara. Pemerintah pun paham bahwa satu batang rokok menyumbang Rp800 kepada mereka. Jika konsumsi rokok mencapai ratusan juta, tinggal dikalikan saja, bukan? Negara kaya betulan!

Maka dari itu, melihat isu cukai rokok mulai naik tampaknya negara seperti kejar target, dan sayangnya masyarakat yang dipepet dengan segala cara. Bahkan, cukai rokok belum diketuk, tapi rasa-rasanya masyarakat telah dikutuk. Hati-hati, Pemerintah. Jika selalu menyengsarakan rakyat, karma itu ada.