Padahal, sekarang ini banyak sekali bermunculan produk rokok kretek yang jumlahnya mungkin lebih banyak dari Kudus berasal dari Malang. Rokok apa saja yang kalian tahu berasal dari Malang?
Ada rokok Win dan variannya, ada juga Gudang Baru yang beralih nama menjadi Gajah Baru, ada Andalan, ada Ares, Grendel, Bentoel, Dunhil, dan masih banyak lagi kalo mau disebut satu-satu. Roki sih yakin jumlah pabrik rokok di Kudus bakal kalah jumlahnya dibandingkan Malang. Tapi kenapa julukan kota kretek masih melekat di Kota Kudus?
Berdasarkan hasil selancar di atas lautan data, Roki menemukan beberapa catatan yang mengatakan bahwa kejayaan Kudus sebagai Kota Kretek bermula pada abad 19. Saat itu, permintaan rokok sangat masif. Hingga akhirnya diproduksi besar2an oleh H. Nitisemito.
Saat itu rokok kretek menjadi satu2nya industri yang bisa bertahan lama pada masa penjajahan, dibanding industri lain yang hanya bertahan seumur jagung, seperti industri konveksi di Surabaya dan juga di Kudus. Rokok Produksinya yang terkenal bernama rokok Tjap bal Tiga.
Nitisemito terkenal di bumi Nusantara sebagai orang sipil yang kaya raya. Ia membangun 2 rumah besar dengan bentuk yang sama di dua sisi pinggir sungai bernama Kaligelis. Rumah itu terkenal dengan sebutan rumah kembar.
Selain rumah kembar, H. Nitisemito membangun rumah yang mirip dengan kapal laut. Walaupun saat ini tidak terawat, tiga bangunan rumah ini masih bisa dilihat di Kudus.
Industri rokok kretek Nitisemito bangkrut gara-gara diakuisisi penjajah setelah ketahuan ikut serta membiayai dan menyembunyikan para gerilya melawan penjajah. Jatuhnya industri rokok kretek milik H. Nitisemito, tidak melemahkan niat orang Kudus memproduksi rokok kretek.
Justru sebaliknya, makin banyak orang-orang Kudus bermunculan membangun industri rokok kretek. Karena, makin banyak permintaan, sampai keluar negeri.
Seiring berjalannya waktu sebelum banyak aturan pemerintah Indonesia yang tidak berpihak pada industri rokok kretek. Jumlah industri yang ada di Kudus mencapai ribuan, baik skala rumahan hingga industri skala besar.
Sekitar tahun 2000an, masih banyak industri rumahan yang beroperasi. Sehingga setiap orang yang datang ke Kudus pulangnya selalu membawa oleh2 rokok kretek. Karena saking banyaknya pabrik rokok rumahan di Kudus.
Industri rokok rumahan tidak beroperasi lagi, setelah diberlakukannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 200/PMK.04/2008, pada pasal 3 ayat 3 yang mengatur tentang lokasi dan bangunan atau tempat usaha industri kretek. Salah satu bunyinya “memiliki luas bangunan paling sedikit 200 m2.
Aturan ini, tidak mungkin terpenuhi industri rumahan. Akibatnya, banyak industri rokok kretek rumahan berguguran, tidak tanggung-tanggung sampai ribuan industri, dan yang tersisa hanya ratusan. Seiring berjalannya waktu, dari ratusan industri menjadi hanya puluhan.
Beberapa teman Roki yang tinggal di Kudus bilang, bahwa sedari dulu hingga sekarang, keberadaan pabrik rokok kretek dan industrinya di Kudus, jadi salah satu penopang perekonomian masyarakat. Keberadaannya sangat2 dibutuhkan bahkan diharapkan.
Sebagai contoh, orang yang bekerja di pabrik rokok Djarum Kudus dengan gaji bulanan, masuk dalam kelas tertinggi strata sosial, sejajar dengan pegawai negeri sipil (PNS), guru sekolah swasta favorit, bahkan menjadi calon menantu idaman.
Karena sejarah panjang keberadaan kretek bermula dari Kudus, makanya Malang sampai saat ini belum bisa menggantikan Kudus sebagai Kota Kretek walupun jumlah pabrik rokoknya saat ini lebih banyak dari Kudus.